Sabtu, 04 April 2009

Kebudayaan Jepang

KEBUDAYAAN JEPANG
Mellisa Fitri

Kebudayaan adalah hasil budi daya manusia. Menurut Prof. Dr. Parsudi Suparlan kebudayaan adalah sebuah pedoman bagi kehidupan dari suatu masyarakat yang menjadi pemilik kebudayaan tersebut (Suranto 2005: 56). Kebudayaan Jepang dipengaruhi oleh karakteristik geografis negaranya yang mempunyai pengaruh timbal-balik dengan karakteristik rakyatnya. Bangsa Jepang umumnya dikenal sebagai bangsa yang mampu mengambil dan menarik manfaat dari hasil budi daya bangsa lain, tanpa mengorbankan kepribadiannya sendiri.
Kebudayaan Jepang juga memiliki unsur-unsur kebudayaan yang terdiri atas:
1. Bahasa dan komunikasi
Bahasa Jepang merupakan salah satu bagian penting dari kebudayaan. Bahasa Jepang lisan telah ada sebelum mereka berhubungan dengan Cina, tetapi aksara Jepang telah ada setelah mereka mengambil huruf-huruf kanji Cina. Kanji mulai masuk ke Jepang pada abad ke-5 melalui Korea, kemudian berlanjut ketika Jepang memiliki hubungan langsung dengan Cina.
Pada abad ke-8 Jepang membentuk hurufnya sendiri yang dinamakan “kana”, kana merupakan suatu kata yang yang dapat dibentuk perkatadengan menggabungkannya, yang disebut denga “katakana” yang terbentuk dengan mengambil sebagian dari pola kanji, sedangkan “hiragana” merupakan kanji yang disederhanakan. Di sini sudah kelihatan kemampuan orang Jepang dalam mengambil sesuatu dari luar, kemudian mengadaptasikannya menjadi lebih bermanfaat bagi dirinya sendiri, bahkan mungkin untuk orang lain.
2. Agama
Agama asli bangsa Jepang adalah Shinto yang berarti “jalannya para dewa”. Di masa Tokogawa ada penolakan penyebaran agama Kristen. Ketika itu agama Budha lebih diperhatikan oleh Shogun karena pada masa itu kekuasaan tertinggi berada di tanggan Shogun. Sedang agama Shinto hanya berkembang dilingkungan para pengikut Tenno Heika karena Tenno Heika merupakan pendeta teringgi sebagai keturunan langsung dari Dewi Matahari (Amaterasu Omikami). Restorasi Meiji menempatkn kembali Tenno Heika sebagai penguasa utama dan menghilangkan kekuasaan Shogun, juga mengunggulkan agama Shinto hingga Jepang ditaklukkan pada akhir Perang Dunia II.
Setelah akhir Perang Dunia II agama Kristen mulai masuk dan diterima bangsa Jepang. Setelah Jepang kalah perang, Shinto dan Budha mempunyai tempat yang sama, dan juga dengan agama-agama lain. Hingga sekarang orang Jepang pada umumnya tidak hanya beragama Shonta saja atau Budha saja, melainkan menganut kedua-duanya, bahkan juga gama Kristen. Contohnya saja, perkawinan dilakukan dengan upacara agama Shinto, tapi kemudian disusul dengan upacara agama Kristen, sedangkan kalau orang meninggal upacara dilakukan menurut agama Budha. Shinto menjadi agama negara. Hal ini turut mengobarkan semangat nasionalisme dan chauvinisme Jepang. Dengan masuknya agama Budha, kedua kepercayaan bercampur, Budha dianggap sebagai manifestasi “kami” (dewa)
Agama Budha juga mempengaruhi sifat orang Jepang hingga sekarang dalam hal kerajinan, di samping faktor-faktor lain yang menunjang sifat ini. Dalam ajaran Budha, orang dapat mencapai kesempurnaan dengan melalui kesadaran spritual yang dapat dilalui melalu meditasi, tetapi juga kerja keras dan sungguh-sungguh dalam masing-masing kewajiban.
3. Organisasi sosial.
Cara berfikir orang Jepang yang dinamakan logika perlu ditinjau, logika orang Jepang didasarkan pendekatan instinktif, sedangkan logika orang Barat di dasarakan pendekatan prinsip. Contohnya adalah persaingan bebas yang merupakan prinsip orang Barat. Menurut dunia Barat, justru yang dianggap logis dan benar apabila persaingan bebas mengakibatkan perusahaan-perusahaan kecil terdesak keluar dan hancur oleh perusahaan besar, hal ini justru dianggap menguntungkan masyarakat dan konsumen, di mana melalui perusahaan besar dapat diciptkannya produksi yang ekonomis dan efisien. Orang Jepang lebih mementingkan keutuhan dan ketenangan masyarakat dari pada menganut suatu prinsip.
Di Jepang berdasarkan pendekatan instinktif, yaitu bahwa perusahaan adalah suatu keluarga basar; karena itu pemberian pekerjaan untuk sepanjang umur hidup (life time employment), promosi didasarkan senioritas, memberikan kesejahteraan kepada seluruh anggota (Group welfare system) dan bukan rangsanga (insentif) kepada perorangan. Awalnya dunia Barat menganggap bahwa manajemen Jepang itu tidak logis, tapi sekarang mereka menyadari bahwa mengatur perusahaan pada hakikatnya adalah bagaiman mengkombinasikan manusia dengan macam-macam sifatnya, dan bukan membentuk komputer yang terdiri dari alat-alat mati.
4. Teknologi.
Untuk mengejar ilmu pengetahuan dan teknologi Barat, para penguasa Jepang yang terdiri dari kaum samurai mengeluarkan sebuah keputusan bahwa pembagian kelas dan tingkat di dalam masyarakat dihapuskan. Biasanya di dunia Barat yang berlaku pendapat atau prinsip, menganggap bahwa tidak masuk akal suatu glongan yang berkuasa melikuidasi dirnya sendiri. Tetapi bangsa Jepang melihat bahwa tidak mungkin Jepang mengejar ketertinggalannya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dunia Barat kalau terbagi dalam kelas-kelas yang kaku. Karena itu kaum samurai sebagai golongan yang berkuasa ma melikuidasi dirinya sendiri.
Pemuda-pemuda Jepang (pada umumnya kaum samurai), dikirim ke Eropa Barat dan AS untuk mempelajari keadaan dan meneguk ilmu sebanyak-banyaknya. Untuk memperoleh teknologi modern, Jepang harus berjuang keras, sebab dunia Barat tidak mau memberikan kemampuannya begitu saja secara cuma-cuma. Jepang harus membelinya dengan mahal, atau harus mengeluarkan tenaga, pikiran dan waktu yang tidak sedikit untuk memperoleh kemampuan tersebut. Karena tekat yang besar, Jepang bersedia melakukan segala cara, termasuk mempelajari gerak-gerik orang Barat yang menjalankan mesin atau pabrik, bahkan mencuri rahasia-rahasia Barat dalam industri dan teknologi.
Sejak Restorasi Meiji ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian penting dalam kebudayaan Jepang, terutama setelah Perang Dunia II, Jepang makin merasakan perlunya meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebab untuk pertama kalinya dalam perang Jepang mengalami kekalahan. Tetapi ia menyadarinya bahwa kekalahannya itu disebabkan oleh ketertinggalannya dalam industri dan teknologi dari AS. Selain itu, akibat kekalahannya Jepang mengalami kemiskinan, kehancuran, dan kesengsaraan besar, yang semuanya mengancam kehidupan para bangsa. Pemusatan perhatian kepada peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan main besarnya. Bahkan boleh dikatakan bahwa usahanya untuk mewujudkan Jepang yang kaya dan maju hingga kini masih cukup besar.
5. Kesenian.
Dalam bidang kesenian, sikap Jepang sangat prakmatik. Jepang tentu tetap memelihara hasil seninya sendiri yang telah berkembang dalam sejarahanya. Dengan menonjolkan hasil seninya sendiri, Jepang lebih dikenal oleh bangsa-bangsa lain sebagai bangsa yang berbudaya tinggi. Umpamanya meskipun jarang orang yang memahami Noh (termasuk orang Jepang) tetapi akan belum mengenal Jepang tanpa melihat Noh. Maka hasil-hasil seni seperti Noh, Kabuki, Ikebana, Cha-no-yu, telah menempatkan Jepang di antara bangsa berbudaya tinggi di dunia.
Sejak Restorasi Meiji, Jepang tidak segan-segan untuk mengambil dan meniru semua hasil seni Barat. Baik itu seni musik, seni lukis, seni tari maupun cara berpakaian. Di abad ke-19 dan pertengahan abad ke 20 seni dunia dikuasai oleh seni Barat. Suatu bangsa dianggap beradap, setelah dapat memepertunjukkan seni Barat secara bermutu. Karena Jepang pada waktu itu merasa berkepentingan untuk disamakan dengan bangsa-bangsa Barat demi kelangsungan hidupnya, maka perlu secepat mungkin menguasai seni Barat.

KESIMPULAN
Kalau diperhatikan perkembangan kebudayaan Jepang sejak dulu hingga saat ini, maka ada beberapa faktor yang menjadi landasan perkembangan tersebut:
• Karena rakya Jepang hidup dalam lingkungan alam berupa kepulauan dan pegunungan yang masing-masing menunjukkan kekuatan didua pihak, tetapi juga keindahan dilain pihak, maka rakyat Jepang dibawa kepada keharusan untuk memperhatikan harmoni dalam kehidupan. Oleh karena itu, sekalipun di belakangi tiap-tiap benda alam seperti batu, gunung, dan lain-lain, kelihatannya ada kekuatan yang diberinama kami atau dewa, tetapi rakyat Jepang merasa bahwa dengan mempersatukan diri denagn kekuatan tersebut, kehidupan akan selamat dari kekuatan tersebut.
• Selain ancaman yang dirasakan dari alam sekitarnya, juga dari manusia yang ada di luarnya. Sebagai rakyat yang hidup di kepulauan, maka orang Jepang kurang berhubungan dengan bangsa lain. Karena itu orang asing tidak dilihat sebagai sesamanya, melainkan sebagai ancaman. Sebab itu segala kelebihan orang asing untuk diambilnya.

* Makalah mata kuliah Sejarah Pemikiran Jepang
mahasiswa Sastra Asia Timur Universitas Bung Hatta Padang

Padang, 31 Desember 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar